Pengertian Hakikat Manusia
Hakikat Manusia
adalah makhluk yang kuat, ada juga yang menyebut hakikat manusia adalah makhluk
yang sempurna , ada juga yang menyebutnya makhluk paling cerdas dari
semua itu menunjukan bahwa hakikat manusia adalah mahkluk yang positif. Manusia
dengan segala sifat dan karakternya, diciptakan dengan sebegitu sempurnanya.
Hakikat manusia adalah sebagai berikut :
1.
Makhluk yang
memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Individu yang
memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
3.
Mampu
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4.
Makhluk yang
dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
5.
Individu yang
dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati.
6.
Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas.
7.
Makhluk Tuhan
yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8.
Individu yang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak
bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
Hakikat Manusia Sebagai Makhluk yang Kuat
Hakikat manusia
sebagai mahluk yang kuat tentu karena manusia dicipta dengan diberikan akal. Dengan akalnya manusia bisa mengalahkan
terbangnya burung yang terbang ke angkasa, dengan akalnya manusia bisa berenang
di dasar laut seperti ikan. Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat,
dilaut, maupun diudara. Sedangkan
binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang
bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak
bisa melampaui manusia.
Hakikat Manusia Sebagai Makhluk yang Bertanggung Jawab
Sesungguhnya hakikat manusia
adalah mahluk yang bertanggung jawab atas tindakannya dan manusia diberi
naluri. Naluri adalah semacam dorongan alamiah dari dalam diri manusia untuk
memikirkan serta menyatakan suatu tindakan. Setiap makluk hidup memiliki
dorongan yang dapat diekspresikan secara spontan sebagai tanggapannya kepada
stimulus yang muncul dari dalam diri atau dari luar dirinya. Naluri ini tidak
setiap waktu muncul yang baik tetapi kadang muncul naluri kejahata. Namun pada
hakikatnya atas tindakan kebaikan maupun kejahatan manusia memiliki tanggung
jawab.
Hakikat Manusia Dalam Wujud dan Sifatnya
Mengenai wujud
sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan), akan dipaparkan oleh
paham eksistensialisme dengan tujuan agar menjadi masukan dalam membenahi
konsep pendidikan, yaitu :
1.
Kemampuan
Menyadari Diri :
Kaum rasional menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada
adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan
manusia dapat membedakan dirinya dengan yang lain dan dengan lingkungan fisik
di sekitarnya.
2.
Kemampuan
Bereksistensi :
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan
menempatkan diri dan menerobos. Justru karena manusia memiliki kemampuan
bereksistensi inilah maka pada manusia terdapat unsur kebebasan. Dengan kata
lain, adanya manusia bukan ”berada” seperti hewan
dan tumbuh-tumbuhan, melainkan “meng-ada” di muka bumi. Jika seandainya pada diri manusia ini tidak terdapat kebebasan, maka
manusia itu tidak lebih dari hanya sekedar “esensi” belaka, artinya ada hanya
sekedar “ber-ada” dan tidak pernah “meng-ada” atau “ber-eksistensi”. Adanya
kemampuan bereksistensi inilah yang membedakan manusia sebagai makhluk
human dari hewan selaku mahkluk infra human, dimana hewan menjadi orderdil dari
lingkungan, sedangkan manusia menjadi manajer terhadap lingkungannya.
3.
Kata Hati :
Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience ialah
“pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikut perbuatan”. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan,
yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya, bagi
manusia sebagai manusia.
4.
Moral :
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika)
adalah perbuatan itu sendiri. Disini tampak bahwa masih ada jarak antara kata
hati dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya merupakan
realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang
mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan. Bukankah
banyak orang yang memiliki kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral.
Itulah sebabnya maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan.
5.
Tanggung Jawab :
Kesedian untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut
tanggung jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab.
Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri
sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan.
Dengan demikian tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk
menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntunan kodrat manusia, dan
bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun
yang dituntutkan (oleh kata hati, masyarakat, norma-norma agama), diterima
dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
6.
Rasa Kebebasan :
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi
sesuai dengan tuntunan kodrat manusia. Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam
keterikatan. Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan
tuntunan kodrat manusia. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.
Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatanya (moralnya) sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya, yaitu kata hati yang sesuai dengan
kodrat manusia.
7.
Kewajiban dan
Hak :
Pada dasarnya hak itu adalah sesuatu yang masih kosong. Artinya meskipun
hak tentang sesuatu itu ada. Belum tentu seseorang mengetahuinya (misalnya hak
memperoleh perlindungan hukum). Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban
bertalian erat dengan soal keadilan. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa
keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban karena pemenuhan hak dan
pelaksaaan kewajiban dibatasi oleh situasi kondisi yang berarti tidak semua hak
dapat terpenuhi dan tidak segenap kewajiban dapat sepenuhnya dilakukan.
8.
Kemampuan
Menghayati Kebahagian :
Pada saat orang menghayati kebahagian, aspek rasa lebih berperan dari pada
aspek nalar. Oleh karena, itu dikatakan bahwa kebahagian itu sifatnya
irasional. Kebahagian itu ternyata tidak terletak pada keadaanya sendiri secara
factual (lulus sebagai sarjana, mendapat pekerjaan dan
seterusnya) atau pun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang
diakibatkannya tetapi terletak pada kesangguapan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut
didalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu, usaha,
norma-norma, dan takdir. Manusia yang menghayati kebahagian adalah pribadi
manusia dengan segenap keadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagaian
apabila jiwanya bersih dan stabil, jujur, bertanggung jawab, mempunyai
pandangan hidup dan keyakinan hidup yang kukuh dan bertekad untuk
merealisasikan dengan cara yang realistis.
v
Sifat
Keingintahuan Manusia
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bermula
dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusia. Manusia mempunyai
rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekelilingnya, alam sekitarnya, angkasa
luar, bahkan tentang dirinya sendiri.Rasa ingin tahu seperti itu tidak dimiliki
oleh makhluk lain. Jelas kiranya bahwa rasa ingin tahu itu tidak dimiliki oleh
benda-benda tak hidup seperti batu, tanah, api, angin, dan sebagainya. Air dan
udara memang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, namun gerakannya itu
bukan atas kehendaknya tetapi sekedar akibat dari pengaruh alamiah yang
bersifat kekal.
Bagaimana dengan makhluk-makhluk hidup
seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang? Sebatang pohon misalnya, menunjukkan
tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun gerakan itu terbatas pada
mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya, daun-daun
yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar yang selalu
cenderung untuk mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan hidupnya.
Kecenderungan semacam ini nampak berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana dengan binatang yang
menunjukkan adanya kehendak berpindah (eksplorasi) dari satu tempat ke tempat
yang lain? Misalnya ikan, burung, harimau atau binatang yang sangat dekat
dengan manusia yaitu monyet? Tentunya burung-burung bergerak dari satu tempat
didorong oleh suatu keinginan, antara lain rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah
di sana ada cukup makanan untuk disantap sendiri atau bersama yang lain. Ingin
tahu apakah disuatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan
eksplorasi tentu mereka menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung tadi.
Burung juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas
pohon. Burung manyar atau burung tempua begitu pandai menganyam sarangnya yang
begitu indah bergelantungan pada daun kelapa, namun pengetahuannya itu ternyata
tidak berubah-ubah dari zaman ke zaman.
Bagaimana dengan monyet yang begitu
pandai? Bila kita perhatikan baik-baik kehidupan monyet-monyet tersebut,
ternyata kehendak mereka ingin mengeksplorasi alam sekitar itu didorong oleh
rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau yang oleh Isaac Asimov (1972)
disebut sebagai “Idle Curiousity” atau “Instinct” Instink itu berpusat pada
satu hal saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka
perlu makan, melindungi diri dan berkembang biak.
Bagaimana dengan manusia? Manusia juga
memiliki instink seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun,
manusia memiliki kelebihan, yaitu “kemampuan berpikir” dengan kata lain
“curiousity-nya” tidak “idle” tidak tetap seperti itu sepanjang zaman. Manusia
memiliki rasa ingin tahu yang berkembang atau dengan kata lain, manusia
mempunyai kemampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa”-nya,
mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu
menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan
pengetahuannya yang baru, menjadi pengetahuannya yang lebih baru. Hal demikian
itu berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi
pengetahuan. Sebagai ilustrasi, kita bayangkan saja manusia purba zaman dulu
yang hidup di gua-gua atau di atas pohon. Namun karena kemampuannya berpikir
tidak semata-mata didorong oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk
membuat hidupnya lebih menyenangkan, maka mereka mampu membuat rumah di atas
tiang-tiang kayu yang kokoh dan bahkan sekarang manusia mampu membuat istana
atau gedung-gedung pencakar langit. Bandingkan dengan burung tempua dengan
sarangnya yang indah yang nampak tak mengalami perubahan sepanjang masa.
Demikianlah juga dengan harimau yang hidup dalam gua-gua atau monyet yang
membuat sarang di atas pohon tidak mengalami perubahan sepanjang zaman.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang
dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada
manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis
untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau
lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan manusia juga
berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Dengan
selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu, tampak lebih nyata bahwa
manusia berbeda dengan hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal
serta mempunyai derajat yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk
lainnya. Manusia mempunyai rasa ingin tahu ( curiousty ) yang tinggi dan selalu
berkembang. Meskipun makhluk lainnya juga memiliki rasa ingin tahu tetapi itu
hanya sebatas digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Perkembangan
rasa ingin tahu pada manusia dimulai dengan timbulnnya pertanyaan dari sesuatu
yang dilihat dan diamatinya. Adanya kemampuan berpikir pada manusia menyebabkan
terus berkembangnya rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta ini . Jawaban
tehadap berbagai banyak pertanyaan manusia terhadap peristiwa dan gejala yang
terjadi di alam semesta ini akhirnya menjadi ilmu pengetahuan.
Manusia dengan
rasa ingin tahunya yang besar ,selalu berusaha mencari keterangan tentang
fenomena alam yang teramati. Untuk menjawab semua rasa ingin tahu manusia
sering mereka – reka jawaban mereka sendiri . Pengetahuan seperti inilah yang
disebut pseudo science. Ilmu pengetahuan juga berkembang sesuai dengan zamannya
dan sejalan dengan cara berpikir dan alat bantu yang ada pada saat itu .
Cara
memperoleh sains semu ( pseudo sains ), antara lain :
1. Mitos
- Wahyu
- Otoritas dan tradisi
- Prasangka
- Intuisi
- Penemuan kebetulan
- Cara – coba – ralat
Pada zaman Yunani ( 600 – 200 SM ) terjadi pola pikir yang
lebih maju dari pola pikir mitos, dimana terjadi penggabungan antara
pengamatan, pengalaman dan akal sehat, logika atau rasional. Aliran ini disebut
rasionalisme. Lebih lanjut lagi dikenal dengan metode deduksi yaitu penarikan
suatu kesimpulan didasarkan pada suatu yang bersifat umum (Premis mayor) menuju
ke yang khusus (Premis minor). Dasar metode ilmiah sekarang adalah metode
induksi, yang intinya adalah bahwa pengambilan keputusan dan kesimpulan
dilakukan berdasarkan data pengamatan atau eksperimen.
0 komentar:
Posting Komentar